Jumat, 05 Oktober 2012

CERPEN



SAAT-SAAT SMA-KU
Oleh: Sri murtini


Indah sosok anak yang pintar, pandai, dan cerdas, selain itu juga saleh dan baik hati. Banyak yang ingin dekat dengan Indah. Namun, Semua yang dekat dengan dia hanya memanfaatkan kelebihannya saja. Bukan karena tulus ingin berteman dengannya, sehingga dia sangat sedih. Jauh dilubuk hati, Indah menginginkan agar teman-temannya bisa menerima kekurangan dia. Sejak Indah merasa dimanfaatkan saja , dia sangat kecewa dan  memutuskan untuk tidak lagi memberikan  contekan kepada teman-temanya.
Di sudut kelas yang berisik, Indah duduk sambil menangisi nasibnya yang ia pikir sangat tidak menyenangkan.
“Hiks...hiks... Kenapa sih, nasib aku kayak gini? Dari SMP selalu jelek. Kapan nasib aku bisa lebih baik dari ini?” (Keluhnya dalam hati)
Indah menangisi nasibnya tanpa ada seorang pun teman di kelasnya yang prihatin atau mencemaskannya. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing tanpa memikirkan perasaan seorang teman yang sudah dengan susah payah berusaha untuk jadi lebih baik dari hari ke hari agar diterima di kelas itu. Tapi, sekeras apapun Indah berusaha, dia tetap tidak diterima di kelas itu.
“In... Kamu kenapa, kok ‘nangis?” Tanya sahabat Indah dari kelas lain yang menghampiri Indah.
“Ti... Kenapa nasib aku ‘gini? Kenapa gak ada seorang pun di kelas ini yang bisa nerima aku apa adanya? Apa aku terlalu sabar? Terlalu pendiam dan kurang pergaulan? Ataukah aku terlalu pelit untuk membagi ilmu ke mereka? Mengapa dia hanya memanfaatkan aku ajha? Kenapa,  kenapa?” Tanya Indah pada Murti disela tangisnya.
“In... Kamu harus berusaha berdiri sendiri tanpa mereka. Kamu gak harus bikin diri kamu sakit dan tersakiti cuma untuk dapat diterima mereka.”
“Tapi Ti....!”
“Sudah, biar kamu dikit tenang. Aku anterin kamu ambil air wudu, ‘yuk!”
ajak Murti yang dibalas anggukan oleh Indah.
Indah dan Murti meninggalkan kelas yang sedang hiruk pikuk itu tanpa seorang pun diantara mereka yang menghiraukan kepergian mereka. Air mata Indah bisa bercucuran mengingat teman-temannya.

Setelah mengambil wudu,
“Nah... Sekarang kamu jangan pernah sedih lagi. Kalau mereka buat kamu ‘nagis, kamu
harus kuat dan tunjukin sama mereka, kalau mereka sudah rugi banget gak pernah
kenal lebih deket sama kamu.” Kata-kata Murti sangat menenangkan perasaan Indah yang saat
itu benar-benar sangat kacau karena kehadirannya tidak diterima oleh teman sekelasnya.
“Kamu ‘emank sahabat terbaik aku, Ti..!” Kata Indah pada Murti saat mereka berdua berjalan meninggalkan kamar mandi menuju kelas yang selama ini terasa kosong bagi Indah. Tentunya Murti juga menuju kelasnya, karena bel tanda pelajaran akan segera dimulai sudah berbunyi dan guru-guru sudah bergerak menuju kelas yang akan mereka ajar.
Di kelas, Indah hanya duduk sendiri di mejanya, karena teman-teman yang selama ini dianggapnya sahabat karib, tidak pernah mengerti dan peduli pada perasaan Indah yang telah mereka sakiti. Mereka cuma mamanfaatkan kepintaran Indah saja.
“Hai, In... dari mana ‘aja?”
sapa Ira yang seolah-olah tidak mengetahui apa yang terjadi.
“Aku dari WC, Ra…abis ambil wudu.”
“Emank lo belum sholat subuh, ya, In?”
“ Pantesan ‘aja muka lo kusut banget.” Kata Runi salah satu dari sahabat Ira.
“Sudah deh, Run… ‘ntar lo bikin dia mewek lagi. Ntar dia ngadu lagi sama kepsek ‘Pak, saya di jahili sama Ira, Runi dan Yusey’. Kan ‘gak etis banget kita-kita dipanggil sama kepsek cuma gara-gara dia.” Kata Yusey diiringi tawa oleh Ira dan Runi.
“Aku mau pindah tempat duduk Ra. Aku mau ganti suasana, lagi pula di sini dingin dan kalian tau aku alergi dingin.”
“Oh.. Ya sudah. Toh, belakangan ini kamu pelit banget ngasi contekan ke kita, terserah lo ‘aja deh.. Ups.. Maksud  aku, terserah kamu ‘aja deh, toh semua suka-suka kamu,” kata Yusey dengan tatapan sinisnya yang tak pernah berubah.

Lalu Indah pindah ke sudut kelas tanpa seorangpun diantara Ira, Runi, dan Yusey yang sudah dianggapnya sebagai saudara, melarangnya pindah tempat duduk. Padahal selama ini, Indah sudah sangat baik dan melakukan apapun agar dapat diterima sebagai sahabat oleh Ira, Runi, dan Yusey bukan sebagai tempat untuk nyontek saja.
“Gak aku sangka kalian semua gini sama aku, apa kurangnya aku sama kalian?” Kata hati Indah sambil berjalan ke sudut ruangan kelas. `
“Siang semua..!”
“Siang pak,!” Jawab kami serempak.
“Kalian tahu, kita kedatangan siswa pindahan dari SMAN Bontomarannu.”
“Nah, Nak, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu,!” Kata pak guru menpersilahkan siswa baru tersebut masuk kelas.

Sesaat seisi kelas menjadi hening mendengarkan suara langkah kaki seorang Siswa yang berwajah ok. Mata kaum hawa di kelas semuanya melotot mengagumi ketampanannya, kecuali Indah yang sama sekali tidak tertarik dengan hal tersebut.
“Halo semua..! Nama aku Rony Darmawan, kalian semua bisa manggil aku ‘Rony’ ‘aja. Aku pindahan dari SMAN Bontomarannu. Tapi orang tua aku asli sini kok. Mohon bantuannya, ya.”
“Hay Rony,….!” Kata para cewek di kelas Indah genit.
“Nah Rony, kamu duduk disana,” kata pak guru sambil menunjuk ke arah bangku sebelah Ira. Rony sibuk melihat dimana dia akan duduk, sampai Rony dan Indah saling bertatapan. Tapi Indah lansung mengalihkan pandangannya ke tempat lain yang membuat Rony tersenyum.
“Kalau boleh saya ingin duduk di sana pak,!” Pinta Rony sambil menunjuk ke tempat di samping Indah.
“ Ya sudah.. Kamu duduk di sana dan Indah kamu bantu Rony,ya. Bapak harap kalian bisa saling bekerja sama.”
“InsyaAllah, Pak,” kata Indah dan Rony berbarengan yang disambut tatapan heran seisi kelas.
”Hai, Indah tolong bantu aku, ya. Ntar bolehkan aku pinjem catatan kamu?” Kata Rony manis pada Indah.
”InsyaAllah..!”

Teng...Teng...Teng..., suara bel istirahat berbunyi membuat senang hati para siswa-siswi disetiap kelas, terutama di kelas Indah. Indah sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan para kaum hawa di kelasnya. Mereka akan mengerumuni meja Indah, tapi bukan untuk mengerumuni Indah melainkan mengerumungi si siswa baru yang semeja dengan Indah. Sebelum hal itu terjadi, agar Indah tidak tereseret arus masa yang ingin lebih mengenal Rony, Indah sudah mengambil ancang-ancang keluar kelas .
“Indah.. Kamu mau kemana?” Tanya Rony sambil memegang pergelangan tangan Indah.
“Mau keluar, kan sudah istirahat. Lagi pula disini panas,” kata Indah sambil melepaskan genggaman tangan Rony dan segera keluar ruangan kelas.

Saat Rony berdiri ingin mengejar Indah, spontan semua cewek di kelasnya menyerbu Rony dengan bermacam pertanyaan yang memaksa Rony menjawab satu persatu pertanyaan teman-temannnya.
“Hai Ti....,” sapa Indah pada Murti yang sedang asik memperhatikan salah seorang anggota tim basket yang sedang perform. Indah tau betul siapa yang sedang diperhatikan sahabatnya itu. Tak lain dan tak bukan adalah Aldi, Siswa yang selama ini menjadi tambatan hati Murti.
“Duh... Yang lagi meratiin si dia,nih!” Goda Indah.
“Sok tahu, ah!”
“Eh,,, Katanya ada anak baru ya di kelas kamu, In? Ganteng ‘gak?”
“Hust... Sadar, inget seseorang. Sudah punya seorang, mau ‘aja ngelirik yang lain.”
“Eh.... Lagi ngomongin apa sih? Kayaknya srius banget,” kata Aldi menghampiri dua sahabat itu.
“Nih...cewek kamu, Di. Kecentilan sama cowok lain,” kata Indah judes.
“Nah lho... Maksud aku nanya-nanya gitu, mana tau kan cocok sama kamu, In.”
“Alasan.!”
“Enggak, mank gitu kok maksud aku.” Aldi hanya bisa tersenyum menyaksikan tingkah dua sahabat yang ada di hadapannya sambil menatap lembut kearah Murti.
“Indah....!!!” Teriak seseorang dari depan kelas Indah yang membuat kaget Indah, Murti, dan Aldi.
“Hah.. Kenapa ‘tu anak datang? kata Indah.
“Siapa ‘tu? Fans, ya?” Goda Murti.
“Hai... Kok kamu ninggalin aku gitu ‘aja tadi?” Kata Rony sesampai di lapangan basket.
“Oh, ya... Kenalin ini Rony, siswa baru di kelas aku. Rony, ini Murti dan Aldi.”
“Hay.., sapa Rony.”
“Oh.. Ini toh anak barunya, ganteng ya, In… Lumayan bisa dibawah ke arisan!” Kata Murti manggut-manggut.
“Aduh...,” sikut Indah ke perut Murti.
“Ti... Temenin aku beli minum dong, haus ‘nih. Lagi pula disini kayaknya kita ganggu deh,”  kata Aldi sambil ngebimbing Murti menjauh dari tempat Indah dan Rony.
“Aldi................!” Teriak Indah yang sebel di godain Aldi, yang hanya disambut ketawa ngakak oleh Murti dan Aldi.
“Kok mereka ngakak ‘gitu?” Tanya Rony bingung.
“Tau...,” kata Indah sambil ninggalin Rony.
“In..., “ kata Rony memegang pergelangan tangan Indah.
“Kamu marah sama aku?”
“Sudah deh, ‘ntar lagi bel tanda masuk bakal bunyi. Kalau ‘gak buru-buru masuk, ‘ntar bisa kena hukum.”  Kata Indah kembali melepaskan genggaman tangan Rony.

Sehari sudah Indah semeja dengan Rony, tapi entah mengapa Rony selalu mencoba untuk mengenal Indah lebih dekat.
“Pagi Indah.!” Sapa Rony saat Indah baru memasuki ruang kelas yang kosong. Biasanya, kalau jam segini belum ada seorang pun yang datang, kecuali Indah. Tapi, kenapa jam segini Rony datang dan lebih pagi dari pada Indah?
“Mau buka sekolah? Pagi banget.”
“Iya, aku kan mau bukain sekolah buat kamu In, sakalian nungguin kamu.” Kata Rony jahil.
“Oh... Awas, aku mau masuk.”
“Silahkan Tuan Putri,”  kata Rony sambil berdiri.
“Eh.. Indah, boleh ‘nanya ‘gak?”
“Apaan? “
“Indah,” panggil Ira yang membuat pertanyaan Rony menggantung.
“Ya?”
“ Boleh ngomong bentar ‘gak?” Pinta Ira.
“Ya sudah,” kata Indah mengikuti Ira keluar kelas.
“In... Kamu tahu, kan banyak banget yang pengen duduk sama Rony.”
“Aku tahu kok,”
“Kamu, ‘gak mau ikut-ikutan kena masalah karena deket sama Rony, kan?” Makanya aku mau bicara sama kamu sebagai sahabat. Kamu mau tukaran duduk ‘gak sama aku? Kamu jangan mikir yang macem-macem, ini karena aku pengen selametin sahabat aku yaitu kamu Indah.”
“Hah.... itu kan cuma akal-akalan kamu aja. Bilang aja terus-terang kalau kamu emang pengen deket sama Rony,” (kata Indah dalam hati).
“Ya sudah,” kata Indah masuk kelas dan menyandang tasnya kembali.
“Mau kemana, In?” Tanya Rony saat Indah menyandang tasnya.”
“Pindah ke sana.” Kata Indah singkat.”
“Tapi itu, kan bangkunya Ira.”
“Emang.”
“ Tapi...,” kata Rony kembali memegang tangan Indah.
“Rony… Indah itu pindah karna matanya agak sakit. Jadi mulai hari ini temen semeja kamu itu aku.” Kata Ira semangat sambil melepaskan tangan Rony dari indah.

Teng...Teng..Teng, bunyi bel tanda masuk kelas.
“Pagi anak-anak,” kata Wali kelas Indah,
“Lho, Indah, kok kamu duduknya di depan? Bukannya kemarin kamu duduk di belakang sama Rony?”
“Emmm..” Belum sempat Indah menjawab Ira langsung angkat bicara,
“Em... Anu pak, tadi pagi Indah minta sama saya tukaran sama dia Pak. Katanya   matanya ada masalah pak. Padahal ya, pak, saya yakin Indah itu minder duduk             sama laki-laki,” kata Ira yang diiringi sorakan teman-teman sekelas Indah. Indah hanya bisa pasrah dan geleng-geleng kepala menerima ledekan teman-temannya.
“Sudah...Sudah.. Buka buku pelajaran kalian,” kata walikelas Indah menenangkan kelas.
“Emank bener ya In? Ikh... kalau gue jadi lo, ya In, walau minder gue bakal tetep duduk di samping Rony. Apalagi kalau bisa deket saman dia, wadu...., “ kata Runi centil pada Indah yang membuat Yusey menjitaknya.
“Kalau mau gaya and kecentilan diluar sana dipojokan jalan sana jangan di sini. Dasar kecentilan, tukang ngayal, rakus, sudah punya cowok masih aja genit, kata Yusey ketus.
“Enak banget lo bilangin gue ‘gitu, kayak lo suci ‘aja. Mau ngajak brantem?” Tantang Runi.
“Stop... Bisa ‘gak, ‘gak ribut! Kita sekarang ‘tu lagi di kelas,” kata Indah yang membuat seisi kelas meliriknya.
“Ada apa kalian ribut-ruibut di kelas? Kalau kalian mau bertengkar dan jambak-jambakan, saya persilahkan keluar sekarang juga.”
“Ini pak, Indah. Masak dia ngajak kami berdua musuhin Ira, katanya dia gak terima dibilangin gitu sama Ira,” dusta Yusey.
“Bukan pak, bukan gitu ceritanya pak,” kata Indah membela diri.
“Bener pak, apa yang di bilang sama Yusey,” kata Runi membela Yusey.
“Indah, sekarang juga kamu keluar dari ruang kelas ini. Nanti jam istirahat temui saya di kantor.”
“ Tapi pak....”
“Keluar saya bilang, atau kamu mau saya yang keluar?”
“ Keluar aja deh In, kami mau beajar nih,” kata teman-teman sekelas Indah.

Akhirnya dengan berat hati, Indah menuruti apa yang dikatakan wali kelasnya untuk keluar kelas. Sementara itu, di kelas Rony tiba-tiba mengeluh sakit perut.
“Aduh....” Rintih Rony.
“Kamu kenapa, Ron?” Tanya Ira panik.
“Pak,,, Rony sakit pak”
“. Kamu kenapa Rony?”
“Gak tahu ‘ni pak, kayaknya saya sakit deh, Pak. Boleh saya izin ke UKS Pak? Sakit banget ‘ni, Pak?”
“Ya sudah, kamu istirahat di UKS gih sana!”
“Makasih pak,” kata Rony dengan perasaan gembira.
“Aku anterin kamu ya, Ron,” tawar Ira.
“Gak usah, kamu kan tadi katanya mau blajar.”
“Permisi, Pak!” Kata Rony meninggalkan ruang kelas.

“Dari tadi keliling-keliling nyari Indah kok ‘gak keliatan, ya?  Indah, kamu dimana sih? Kata Rony ngoceh sambil clingak-clinguk mencari keberadaan Indah.”
“Rony,” panggil seseorang dari ujung koridor.
“Eh... kamu sahabat Indah, kan?” Kata Rony saat orang yang memanggilnya sudah dekat. Kamu tau, ‘gak, dimana kira-kira Indah sekarang?”
“Bukannya Indah lagi di kelas belajar?
“Gak, tadi dia diusir sama guru yang ngajar.”
“Lho kok bisa? Padahal, kan Indah itu orang yang ‘gak suka bikin keributan disekolah, apa lagi dalam belajar.”
“Jadi gini ceritanya,”  kata Rony sambil menceritakan kejadian di kelas barusan.
“Kok, ‘gak berhenti, ya. Mereka nyusahin dan buat Indah sedih? Oh, ya… Kalau kamu pengen nyari Indah, mungkin dia lagi di perpus,” kata Murti memberi saran keberadaan Indah.
“Ok,, makasih ya, Ti,” kata Rony sambil melesat menginggalkan Murti.
“Tapi Ron....,” kata Murti yang membuat Rony menghentikan langkahnya.
“Ya??”
“ Titip Indah, ya... Jangan pernah nyakitin dia, hatinya ‘dah terlalu sering disakiti”
“Aman... Serahin Indah sama aku. Aku ‘gak bakal nyakitin dia kok,, malah aku bakal ngelindungi dia dari apapun dan siapa pun yang berniat nyakitin dia. Kamu ‘gak perlu khawatir lagi sekarang.”
“Terima kasih.”
“Sama-sama... Aku pergi nyari Indah dulu, ya,” kata Rony meninggalkan Murti.
“Indah... Kamu beruntung In, ada cowok yang bener-bener sayang dan meratiin kamu dengan tulus,” kata Murti melihat Rony yang berlari ke arah perpustakaan.

Di perpustakaan, Indah duduk di sudut ruangan dengan hamparan buku di depannya. Indah hanya bisa membaca semua buku tersebut dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
“In...,” sapa suara lembut dari belakangnya yang membuat Indah secepat mungkin menghapus air matanya.
“Kenapa kamu ke sini, diusir juga?”
“Lho, kok kamu ngomongnya ‘gitu? Aku dari tadi nyariin kamu sampai kemari, karena aku khawatir sama kamu. Kamu nangis, In?” Tanya Rony saat mendengar suara Indah yang parau.
“Sok tahu, Kenapa juga aku nagis,” kata Indah bohong.
“Itu buktinya buku yang abis kamu baca basahnya kayak ada air yang netes,” kata Rony sambil menunjuk buku di atas meja. “Gak mungkinkan atap perpus ini bocor terus air ujannya netes pas di buku yang kamu baca, lagi pula kan sekarang cerah banget, dan yang gak mungkin lagi kamu baca sambil ences kamu netes,” canda Rony.
“Sudah deh,” kata Indah sambil berdiri menjauh dari Rony.
“Indah... kenapa kamu kayak gini?” kata Rony setengah berteriak pada Indah.
“Kamu.... Eh.. kalian, bisa tenang gak? Di sini perpustakaan, untuk baca, bukan untuk berisik apa lagi buat berantem,” kata guru perpustakaan.
“Maafin kami bu,” kata Rony pada guru perpustakaan.

Sementara Indah berlalu keluar perpustakaan tanpa menoleh ataupun bicara pada Rony. Setelah Rony mohon izin pada guru perpustakaan, Rony langsung mengejar dan menarik Indah ke taman belakang.

“Kamu Kenapa sih, narik-narik aku? Kamu mau ajak aku kemana?” kata Indah meronta-ronta melepaskan genggaman tangan Rony.
“ Sudah deh, kamu diam aja. Aku gak bakal ngelakuin hal yang macam-macam kok sama kamu, aku Cuma pengen ngomong sama kamu,” kata Rony yang membuat Indah berhenti meronta dan menurut.

Saat sampai di taman belakang, Rony belum melepaskan tangan Indah. Rony akhirnya melepaskan tangan Indah saat mereka sampai dekat sebuah bangku yang Rony nyaman untuk mereka ngomong.

“Kita kenapa kemari? Aku mau balik!” kata Indah balik badan hendak pergi dari sana.
“Kan sudah aku bilang, aku mau ngomong sama kamu,” kata Rony sambil memegangi pergelangan tangan Indah.
“Lepaskan,” kata Indah kembali meronta.
“Ok.. Aku lepaskan, tapi please dengerin aku,” kata Rony mengalah pada Indah. “Ya sudah.. Mau ngomong apa?” kata Indah akhirnya sambil duduk di sebelah Rony.
“Kenapa sih, sejak aku masuk kelas kalian, aku liat kok kamu di cuekin dan cenderung jadi bahan olok-olokan mereka tapi kenapa kamu cuma bisa diam In, waktu mereka fitnah kamu?”
“ Bukan urusan kamu,” kata Indah kembali berdiri hendak pergi.
“Aku cuma butuh jawaban kamu, gak lebih,” kata Rony kembali setengah berteriak.
“Ok.. Aku cuma mau masa SMA ku tenang dan gak mau cari ribut sama mereka apalagi permusuhan.

“Aku salut sama kamu, In.”
“Ma kasih…..!”
“Kamu tegar, sabar,….”
“Ma kasih!”
“Kok….ma kasih terus?”
“Trus… aku mesti bilang apa?”
“Bilang ini, kek….ngomong itu,kek….apa susahnya ngomong!”
“Aku ndak mau terlalu banyak ngomong”
“Takut pulsanya habis….?”
“Bukan, aku takut karena kebanyakan ngomong saya jadi gibah. Saya sangat takut dengan itu.”
“Apa kamu ndak dendam ke mereka?”
“Insyaallah… tidak. Mereka berbuat gitu, kan mungkin belum menyadari bahwa itu salah.”
“In, boleh aku katakan sesuatu?”
“katakana, saja!”
“Aku suka kamu!”
“Suka karena prihatin atau….”
“Tidak. Sejak melihatmu aku sudah menyukaimu.”
“Terima kasih. Tapi …. Aku belum berpikir kearah sana.”
“Tidak apa-apa. Kita bersahabat layaknya……..”
“Saudara”
“Ok”

Indah dan Rony tersenyum. Di kejauhan Ira cs melihat mereka dengan memendam rasa cemburu. Sekarang indah tak perlu sedih, sebab walau teman-teman kelasnya tidak peduli padanya sudah ada yang menyayanginya yaitu sahabatnya Rony.